Tantangan Dakwah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdliyah Diera Millennial

0

Oleh : M.Syaiful Amin
pelajarnurembang.or.id – Di era millennial ini, semua serba mudah. Perut lapar, mager (males gerak), pesan lewat jasa pengiriman, makanan langsung sampai tanpa harus kita keluar rumah. Begitu pula informasi. Dulu ketika kita ingin belajar atau mengetahui sesuatu, kita harus keluar rumah dan baca beberapa buku. Sekarang, kita tinggal cari dengan browsing di internet, lalu muncul berbagai jawaban.

Lantas apa dampak perkembangan zaman di era 4.0 dengan dakwah? Era sekarang semua serba mudah dan instan, sehingga yang seperti ini banyak digandrungi anak muda. Da’i atau ustadz bisa menyampaikan ceramahnya di berbagai platform media social. Jika dulu pendakwah atau muballigh ingin berdakwah mereka akan pergi ke masjid-masjid atau musholla-musholla dan yang akan mendapat ilmu hanya orang yang datang di kegiatan tersebut. Sekarang dengan kemajuan teknologi, jama’ah yang tidak hadir dalam pengajian pun bisa mengikuti pengajian lewat internet. Karena mudahnya orang-orang mengakses internet. Masalahnya zaman terus berubah, sehingga menyebabkan pola dakwah yang mau tidak mau harus mengikuti kemajuan zaman.

Pertanyaannya apakah dakwah melaui media social lebih efektif? Faktanya dakwah di media social sangat digemari banyak kalangan. Contoh saja, kita pasti tahu dengan kata-kata “Mamah & Aa’, curhat dong.” Kata-kata ini sangat popular di berbagai lapisan masyarakat. Tentu ini menjadi sinyal kalau dakwah melalui media lebih efektif dan lebih mudah dijangkau.

Sebegitu enakkah dampak globalisasi di era millennial ini?

Iki jaman globalisasi
Akeh bocah ra gelem ngaji
Rino wengi nonton TV
Sing ditiru wong luar negeri
Dadi wong tuo sing ati-ati

Yah, pasti pernah dengar lagu ini. Lagu yang populer ditahun 2000-an ini dibawakan oleh Grup Seni Sholawat Rebana Walisongo. Kalau kita cermati lirik lagunya, keadaan tersebut tengah terjadi di era millennial ini. Tidak menutup kemungkinan malah lebih parah, karena lagu qasidah ini keluar di tahun 2000-an.

Dampak globalisasi sendiri banyak membuat perubahan dikehidupan kita. Baik dari segi negatif maupun positif. Kalau kita bisa mengambil hal-hal positifnya, ini akan membantu kita menghadapi zaman modern yang serba digital. Sayangnya kemajuan zaman era 4.0 ini terkadang tidak diimbangi dengan pengetahun yang utuh. Konten hoax, ujaran kebencian dan informasi provokatif berbasis SARA kerap kali kita temukan.

Banyak kita ketahui beberapa kasus yang terjadi pada generasi millennial. Tawuran, penyalahgunaan narkoba, bahkan ada yang sampai terjerat prostitusi. Keadaan seperti ini, jika tidak diperhatikan dengan serius maka akan membesar skalanya. Inilah sebagian gambaran tantangan dakwah di era millennial ini.

IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) yang merupakan badan otonom Nahdlatul Ulama yang berorientasi di kalangan pelajar, tentu sedikit banyak kita mengetahui ilmu agama yang diajarkan oleh guru-guru kita. Malah bisa jadi yang kita dapatkan lebih banyak dari yang tidak bergabung dengan IPNU.

Akankah ilmu itu akan berhenti di diri kita? Ataukah kita akan memperluaskannya? Nah, jika kita ingin membagikan ilmu itu lantas apa yang harus dilakukan? Bagaimana strateginya?

Jika kita melihat sejarah penyebaran Islam di Indonesia terlebih pulau jawa, Walisongo menyampaikan dakwahnya dengan menggunakan pendekatan budaya, berasimilasi dengan adat budaya masyarakat setempat, sehingga nampak halus dan tidak ditentang secara radikal oleh masyarakat, selama tidak melanggar ketentuan agama.

Tidak dapat dipungkiri, kearifan lokal dimanapun berada tetap harus dijunjung tinggi sebagai produk budaya yang original. Walisongo dengan pendekatan budaya dapat mengajak masyarakat untuk memeluk Islam, budaya lokal tidak ditinggalakan hanya packagingnya yang dirubah sehingga tidak bertentangan dengan ketentuan Islam.

Seperti halnya budaya sedekah bumi atau sedekah laut, yang semula acara tersebut dikemas dengan mempersembahkan makanan kepada pohon, batu besar dan arwah leluhur (animisme & dinamisme), kemudian dirubah dengan makan bersama dengan dibacakan doa dengan memohon keselamatan kepada Allah SWT. Seperti yang telah dicontohkan walisongo tersebut, dakwah ajaran Islam dapat disampaikan dengan cara yang lebih baik dan terbukti cukup efektif sesuai dengan zaman.

Jika kita melihat zaman 4.0 ini. Salah satu cara dakwah di era millennial ini dapat dilakukan melalui game online.
Game Online tengah marak dikalangan pemuda. Mungkin bisa dikatakan aktivitas sehari-hari dihabiskan hanya untuk bermain game online.

Informasi terbaru wakil dari Indonesia yakni BIGETRON menjadi pemenang turnamen PUBG Mobile Club Open 2019 yang diadakan tanggal 29 November hingga 1 Desember 2019 di Kuala Lumpur Malaysia. Dalam ajang Sea Games 2019, eSport masuk bagian dari cabor yang diperebutkan mendalinya.

Jika kita mengikuti cara dakwah Walisongo sebelumnya, menjadi PR kita bersama bagaimana melalui media game online dapat menjadi sarana mengajak generasi millennial untuk mengenal Islam ala manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdliyah.

Yang kedua yakni agen atau sales marketing. Jika kita perhatikan cara marketing berjualan menawarkan barang dagangannya adalah dengan melakukan pendekatan secara persuasif, ketika calon pembeli sudah dekat dengan si marketing barulah si marketing menawarkan dagangannya dengan menjelaskan kelebihan-kelebihannya.

Contoh agen asuransi, “Ketika klaim, walau tidak didampingi si agen, nasabah bisa klaim sendiri lewat online.”, namun yang disampaikan si agen haruslah benar agar tidak ada kekecewaan yang dialami si nasabah tadi. Jadi dakwah seperti agen atau sales marketing ini lebih menekankan pendekatan secara persuasif, dengan menyampaikan kelebihan dari Islam Ahlussunnah Wal Jamaah Annahdliyah itu sendiri dan tidak memaksa jika orang lain belum tertarik dengan apa yang kita tawarkan.

Tentu masih banyak metode dakwah yang belum tersampaikan. Disinilah peran IPNU dibutuhkan. IPNU sebagai organisasi pelajar nahdliyyin diharapkan menjadi solusi dalam degradasi dan dekadensi moral generasi mielenial.

IPNU yang mempunyai jargon Belajar, Berjuang, Bertaqwa diharapkan bisa mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dikehidupan masing-masing dan disekitar. Agama bersifat universal hanya penyampaiannya saja yang harus berubah mengikuti zaman agar tetap menarik suapaya tidak terlindas dari perubahan itu sendiri. Mari kita terus belajar dan berjuang untuk jadi insan yang bertaqwa.

Leave A Reply

X