Kiprah Syaikhuna KH. Maimoen Zubair dalam Meneguhkan Khittoh NU di Indonesia

0

Nahdlatul Ulama, atau sering kita singkat dengan istilah NU, merupakan organisasi terbesar di Indonesia, Organisasi NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M

/16 Rajab 1344 H. Organisasi ini bergerak di segala aspek bidang kehidupan diantaranya, politik, sosial, ekonomi, dan pendidikan. Salah satu tujuan didirikannya organisasi ini yakni sebagai salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut sebagian warga Indonesia, yakni paham Ahlussunnah wal jama’ah, yang sampai sekarang masih berada di garda terdepan dalam membela kepentingan bangsa dan negara di tengah tantangan zaman yang kompleks ini. Berbicara mengenai perkembangan organisasi Nahdhotul Ulama’ di Indonesia pernahkan kalian berkepikiran siapakah salah satu orang yang pernah berperan dalam mengembangkan organisasi NU hingga zaman reformasi ini? Salah satu dari mereka yang mampu mengokohkan khittoh NU di Indonesia bisa kalian jadikan sosok yang menginspirasi karena jasa yang beliau torehkan.

 

Hal ini berkaitan dengan seorang tokoh ulama’ kharismatik dari Rembang yang memiliki kiprah penting dalam mengembangkan Organisasi NU sekaligus sebagai tokoh politikus di Indonesia. Beliau adalah salah satu pendiri pondok terbesar di Rembang yakni Pondok Pesantren Al-Anwar yang terletak di Desa Karangmangu Sarang Rembang, iya benar beliau adalah Syaikhuna KH. Maimoen Zubair seorang ulama’ alim alamah, faqih sekaligus sebagai muharrik (penggerak), dalam memperjuangkan nilai keislaman dan ke-Indonesiaan. Sebagai pribadi yang lahir dari pesisir yang notabenya terkenal keras namun beliau mempunyai sifat sebaliknya yakni gambaran pribadi santun, tegas, dermawan, terlihat matang dari sosok beliau karena hasil didikan dari orang tuanya dengan sistem salafi sunni (Ahlussunnah Wal jama’ah).

 

Awal peranan penting Syaikhuna KH. Maimoen Zubair dalam Organisasi NU ini, bermula saat menjelang Muktamar NU yang ke-27 di Situbondo Jawa Timur. Yakni membahas mengenai penetapan pancasila sebagai asas dalam tubuh NU. Saat itu para pembesar NU terpecah menjadi 2 kubu: Kubu pertama adalah kubu cipete yang bermuara pada ketua PBNU, KH. Ikhdam Cholil dan kubu kedua adalah kubu Situbondo, Jawa Timur yang bermuara pada KH.R.As’ad Syamsul Arifiin. Pemicu konflik ini disebabkan karena

 

adannya perbedaan mengenai prinsip dasar NU, yaitu menjadikan Pancasila sebagai asas NU dan mengembalikan NU pada Khittoh 1926. Pada Desember 1984, Digelarlah Muktamar NU yang ke-27 di Situbondo Jawa Timur. Hingga Muktamar dilaksanakan, konflik perbedaan pendapat diantara para pembesar NU mengenai penetapan asas dan dasar NU masih belum berakhir. Pada saat inilah kiprah Syaikhuna KH. Maimoen Zubair muncul, beliau mengajukan berbagai hujjah argumentasi untuk menyakinkan seluruh pihak yang hadir dalam Muktamar ke-27 tersebut, Akhirnya semua pihak yang hadir sepakat menetapkan pancasila sebagai asas dasar dalam tubuh NU.

 

Didalam organisasi NU, beliau Syaikhuna KH. Maimoen Zubair pernah menjabat sebagai Ketua Jam’iyyah Thariqat NU, Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah, menggantikan posisi KH. Sahal Mahfudz Kajen Pati, setelah itu beliau diangkat ke PBNU Pusat. Sampai beliau tutup usia Syaikhuna KH. Maimoen Zubair masih berperan di dalam jajaran Mustasyar PBNU ini. Selain di dunia per-NU an Syaikhuna KH. Maimoen zubair juga aktif didalam dunia politik hingga pada tanggal 5 Januari 1973 M lahir Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan gabungan dari beberapa partai, diantaranya Partai Nahdhatul Ulama’, Partai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Islam Indonesia.

Setelah lahirnya Partai Persatuan Pembangunan, Mbah Mun (Panggilan Akrabnya) diangkat menjadi anggota legislatif dari partai ini. Beliau terkenal politisi yang istiqomah dalam hal keislaman yang sesuai dengan asas PPP yang berlandaskan Islam. Setelah berlengsernya Presiden Soeharto, Para Kyai NU merancang membuat sebuah politik baru di Rembang. Hal ini dilakukan dengan tujuan memberi wadah partai politik untuk orang NU (PKB). Meskipun demikian, beliau Mbah Mun tetap istiqomah dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Ada beberapa alasan beliau untuk tetap bertahan di Partai Persatuan pembangunan, berbagai pertimbangan beliau untuk tetap istiqomah di partai persatuan pembangunan adalah: “Bahwa hanya Partai Persatuan Pembangunan yang memiliki asas islam, dan tidak semestinya NU masuk menjadi partai politik praksis karena sudah adanya khittoh NU saat Muktamar NU ke- 27 di Situbondo Jawa Timur, yang menghasilkan keputusan khittoh NU (Yakni NU bukan politik praksis) dan berasaskan pancasila.

 

Setelah masa reformasi 1998 Syaikhuna KH. Maimun Zubair selalu mengukuhkan Khittoh NU, yakni NU harus Nasionalis, harus berpancasila. Beliau selalu mewanti-wanti agar jangan sampai NU menjadi organisasi partai politik praksis. Perjuangan yang telah beliau lakukan bisa kita jadikan dedikasi dan pengingat dalam menjalankan Organisasi NU.

 

Di dalam berbagai kesempatan pidato, beliau sering mengutarakan: “NU itu harus PBNU, yakni Pancasila, Bhenika Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang- Undang Dasar 1945”. Nirma Fadila.

Leave A Reply

X